web widgets

Rabu, 14 Mei 2014

Kutipan Cerpen-Ku


Terenyuh
Matahari pagi yang selalu membangunkanku dan mengantarkan pada indahnya dunia untuk melangkahkan kaki menuju masa depan yang gemilang. Kemandirian itulah yang mungkin harus aku tanamkan dalam keseharianku,setelah 3 tahun ayah dan ibu berpisah. Ayah yang kini bekerja diluar kota selalu ada menanyakan kabar walau hanya lewat pesan singkat. Namun ibu yang kini tinggal di saudaranya yang entah dimana yang selalu berpindah-pindah tempat dan sibuk dengan dengan pekerjaannya sangat jarang sekali menanyakan kabarku. Tekad untuk menyatukan ayah dan ibu sangat kecil sekali kemungkinannya, karna pertengkaran yang tak pernah ada habisnya yang dulu memisahkan mereka.
Aku ingin di masa remajaku benar-benar diisi dengan hal-hal yang positif, karna aku tau aku masih duduk di kalas 1 SMA. Semangat yang menggebu yang tak akan pernah mematahkan semangat langkahku untuk terus berjalan dan menunggu kendaraan agar tidak terlambat untuk tiba di sekolah.Aku bukan mereka yang brokenhome kemudian lari kepada hal-hal yang negatif. Aku tak ingin di hari nanti ada kata “menyesal” dengan hari-hariku yang diisi extrakulikuler disekolah, teman-temanku yang selalu menyuport di setiap keseharianku itu membuatku ingin menjadi lebih baik dari orang tuaku. Aku ingin bahagia ini aku yang ciptakan bukan dia bahkan mereka. Tapi aku bangga mempunyai kaka yang baik yang selalu merawatku dan memperhatikanku, walau kami hanya tinggal di gubuk kecil nan mungil.
Terenyuh kembali mengingat tekad untuk menyatukan ayah dan ibu dihari sakral  pernikahan kaka. Namun setelah keduanya dikabari ternyata ayah akan hadir jika ibu tidak datang. Begitupun dengan  ibu yang mengatakan sama seperti itu. Mungkin karna mereka yang begitu sangat saling membenci akibat pertengkaran dulu. Mereka benar-benar tega , apakah ini mungkin kasih sayang yang mereka berikan, aku sakit dengan semua ini Tuhan. Aku ingin seperti mereka yang disetiap mata terbuka selalu hadir penyemangat (Ibu) dan sang motivasi (ayah). “Aku hanya minta satu jam untuk duduk menyaksikan pernikahan sakral kaka aku ngga minta lebih” itulah yang selalu aku katakan pada mereka disetiap hariku menjelang hari sakral itu.
Doa dan usaha yang aku lakukan dengan yakin bahwa tuhan tidak tidur dan selalu mendengar doa-doaku.
Satu hari menjelang penikahan yang entah tidak terbayang kesedihan apa yang mungkin aku rasakan dihari pengukir sejarah kehidupan kaka.
Tak kusangka dan tak kuduga  ayah dan ibu yang mungkin mereka telah luluh, mereka hadir disaat aku membuka mata dan disambut dengan cerahnya matahari pagi. Kebahagiaan yang tak akan pernah aku lupakan. Mereka duduk bersandar menyaksikan dan merestui pernikahan kaka. Tangisan haru , bahagia saat itu menjadi tangisan yang sangat berharga.

Karya : Eka Cahyati Putri 2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar