Terenyuh
Matahari pagi yang selalu
membangunkanku dan mengantarkan pada indahnya dunia untuk melangkahkan kaki
menuju masa depan yang gemilang. Kemandirian itulah yang mungkin harus aku
tanamkan dalam keseharianku,setelah 3 tahun ayah dan ibu berpisah. Ayah yang
kini bekerja diluar kota selalu ada menanyakan kabar walau hanya lewat pesan
singkat. Namun ibu yang kini tinggal di saudaranya yang entah dimana yang
selalu berpindah-pindah tempat dan sibuk dengan dengan pekerjaannya sangat
jarang sekali menanyakan kabarku. Tekad untuk menyatukan ayah dan ibu sangat
kecil sekali kemungkinannya, karna pertengkaran yang tak pernah ada habisnya
yang dulu memisahkan mereka.
Aku ingin di masa remajaku benar-benar
diisi dengan hal-hal yang positif, karna aku tau aku masih duduk di kalas 1
SMA. Semangat yang menggebu yang tak akan pernah mematahkan semangat langkahku
untuk terus berjalan dan menunggu kendaraan agar tidak terlambat untuk tiba di
sekolah.Aku bukan mereka yang brokenhome kemudian lari kepada hal-hal yang
negatif. Aku tak ingin di hari nanti ada kata “menyesal” dengan hari-hariku
yang diisi extrakulikuler disekolah, teman-temanku yang selalu menyuport di
setiap keseharianku itu membuatku ingin menjadi lebih baik dari orang tuaku.
Aku ingin bahagia ini aku yang ciptakan bukan dia bahkan mereka. Tapi aku
bangga mempunyai kaka yang baik yang selalu merawatku dan memperhatikanku,
walau kami hanya tinggal di gubuk kecil nan mungil.
Terenyuh kembali mengingat tekad
untuk menyatukan ayah dan ibu dihari sakral
pernikahan kaka. Namun setelah keduanya dikabari ternyata ayah akan
hadir jika ibu tidak datang. Begitupun dengan
ibu yang mengatakan sama seperti itu. Mungkin karna mereka yang begitu
sangat saling membenci akibat pertengkaran dulu. Mereka benar-benar tega ,
apakah ini mungkin kasih sayang yang mereka berikan, aku sakit dengan semua ini
Tuhan. Aku ingin seperti mereka yang disetiap mata terbuka selalu hadir
penyemangat (Ibu) dan sang motivasi (ayah). “Aku hanya minta satu jam untuk
duduk menyaksikan pernikahan sakral kaka aku ngga minta lebih” itulah yang
selalu aku katakan pada mereka disetiap hariku menjelang hari sakral itu.
Doa dan usaha yang aku lakukan
dengan yakin bahwa tuhan tidak tidur dan selalu mendengar doa-doaku.
Satu hari menjelang penikahan
yang entah tidak terbayang kesedihan apa yang mungkin aku rasakan dihari pengukir
sejarah kehidupan kaka.
Tak kusangka dan tak kuduga ayah dan ibu yang mungkin mereka telah luluh,
mereka hadir disaat aku membuka mata dan disambut dengan cerahnya matahari
pagi. Kebahagiaan yang tak akan pernah aku lupakan. Mereka duduk bersandar
menyaksikan dan merestui pernikahan kaka. Tangisan haru , bahagia saat itu
menjadi tangisan yang sangat berharga.
Karya :
Eka Cahyati Putri 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar